
WISATA RELIGI FUSHPI BERZIARAH DAN MENGAMBIL HIKMAH DARI KISAH SYEKH SULAIMAN AR-RASULI
Bukittinggi – Sumatera Barat, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Raden Fatah Palembang. Berkunjung ke pemakaman Syekh Sulaiman ar-Rasuli tepatnya berada di Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang. Tim berkunjung untuk mendapatkan karomah dan berkah serta mengirimkan al-Fatihah kepada beliau.
(Kamis, 08 Juni 2023). Sejarah Syekh Sulaiman ar-Rasuli sangat menarik dan menjadi sejarah bagi masyarakat Minangkabau khususnya dan umumnya bagi masyarakat Indonesia. Tim tertarik untuk mengunjungi makam beliau sehingga diluangkan waktu untuk berkunjung dan menziarahi makam beliau.
Syekh Sulaiman ar-Rasuli yang juga dikenal sebagai Inyiak Canduang (10 Desember 1871 – 01 Agustus 1970) adalah seorang ulama Minangkabau yang mendirikan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang. Ia dianggap sebagai tokoh yang menyebarluaskan gagasan keterpaduan adat Minangkabau dan syariat lewat ungkapan Adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.
Sulaiman lahir di Candung pada 10 Desember 1871 dari pasangan Muhammad Rasul Tuanku Mudo dan Siti Buliah. Ia memperoleh pendidikan agama pertama dari ayahnya yang merupakan guru agama di Surau Tangah. Kakek Sulaiman dari pihak ayah, Tuanku Nan Paik, juga merupakan ulama di Candung. Kemudian beliau menuntut ilmi di Makkah, setelah menuntut ilmu di Makkah, Syekh Sulaiman kembali ke Minangkabau dan membuka halakah di Surau Baru, Candung pada 1908.
Namun pada saat mengajar, Syekh Sulaiman ar-Rasuli berfirasat akan ditangkap. Ketika menyadari hal itu, dia yang biasanya berada di tempat pengajaran, keluar dan berjalan di jalan desanya bukan untuk melarikan diri. Selang beberapa saat kemudian kendaraan yang membawa tentara Belanda untuk menangkapnya lewat tepat dihadapannya. Lalu tentara Belanda berhenti, Syekh Sulaiman Ar Rasuli pun langsung bertanya. “Hendak kemana tuan-tuan semuanya”? Ketika itu tentara Belanda tidak mengenal wajah Syekh Sulaiman Ar Rasuli. Namun mereka berpatokan kepada siapa yang sedang mengajar di MTI itulah Syekh Sulaiman Ar Rasuli.
Memang pada hari itu satu-satunya yang mengajar di MTI adalah dia. Oleh karenanya mereka menjawab, “Kami hendak bertemu dan menangkap Syekh Sulaiman,”. Namun Syekh Sulaiman malah menawarkan mereka singgah untuk beristirahat di rumahnya sembari mengatakan, “Alangkah baiknya tuan-tuan singgah terlebih dahulu di rumah saya. Karena tuan-tuan pasti akan bertemu dengan orang yang tuan-tuan cari”. Setelah beristirahat dan berbincang-bincang dengannya, lalu mereka bertanya?. “Mana Syekh Sulaiman yang tuan katakan itu”? dia menjawab, “Syekh Sulaiman yang tuan-tuan cari itu adalah saya sendiri”. Mereka merasa terkejut ketika mendengarkan pengakuannya. Tetapi anehnya, tentara Belanda mengurungkan niat untuk menangkapnya tanpa alasan yang jelas. Bahkan, mereka langsung meminta maaf. Inilah di antara bentuk karomah perlindungan Allah SWT kepada seorang ulama.
Lalu karena ilmu dan kepiawaiannya, pada masa pendudukan Jepang, Syekh Sulaiman Ar Rasuli ditetapkan sebagai pimpinan Majelis Islam Tinggi (MIT), yang merupakan satu badan koordinasi alim ulama Minangkabau. Dia wafat dalam usia 85 tahun pada 28 Rabi‘ul Akhir 1390 H/1 Agustus 1970, dan dimakamkan di Kompleks Madrasah Tarbiyyah Islamiyyah, Candung, Bukittinggi, Sumatera Barat. (Dafis Heriansyah)