
FSH UIN Raden Fatah Bahas RUU KUHAP dan Peradilan Islam: Menuju Sistem Hukum yang Adil dan Humanis
HUMAS – FSH UINRF – Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang mengadakan Focus Group Discussion (FGD) Nasional, dengan tema “Transformasi Hukum Acara Pidana Menuju Sistem Peradilan Modern”. Kegiatan ini dilakukan di Ruang Seminar Lantai 3 FSH UIN Raden Fatah Palembang, Kamis (07/08/2025).
Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Dekan FSH UIN Raden Fatah, Dr. Muhammad Harun, M.Ag dan menghadirkan 3 narasumber yaitu Rektor Universitas Palembang, Dr. Ali Dahwir, S.H., M.H., Akademisi Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Dr. Henny Yuningsih, S.H., M.H., Guru Besar Hukum Islam UIN Raden Fatah Palembang, Prof. Dr. Izomiddin, M.A.
Kegiatan ini dibuka secara langsung oleh Dekan FSH, Dr. Harun. Dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan FGD ini merupakan bagian dari upaya strategis kampus dalam menjawab tantangan hukum nasional secara ilmiah dan kritis.
“FGD ini bukan hanya forum akademik biasa, melainkan menjadi kontribusi nyata kami dalam memberi masukan atas perubahan hukum acara pidana di Indonesia. FSH harus hadir sebagai penjaga nalar kehidupan dan nilai-nilai syariah dalam sistem hukum nasional,” jelasnya.
Lebih lanjut, Dr. Harun menyampaikan bahwa FSH didorong untuk memperkuat peran strategisnya di tengah masyarakat, FSH harus menjadi rujukan utama dan tempat bertanya bagi publik.
“Hal ini sejalan dengan arah Rektor UIN Raden Fatah. Keberhasilan institusi hukum, termasuk fakultas, tidak hanya diukur dari prestasi akademik, tetapi juga dari sejauh mana kedekatannya dengan masyarakat,” tambahnya.
Rektor Universitas Palembang, Dr. Ali Dahwir, dalam paparannya menyampaikan KUHAP UU No. 8 Tahun 1981, sudah tidak lagi relevan dengan dinamika masyarakat, teknologi dan tuntutan keadilan saat ini, hukum acara pidana harus modern dan harus bertransformasi.
“Hukum acara pidana modern harus berpindah dari orientasi penghukuman ke arah koreksi, rehabilitasi, dan pemulihan. Ini adalah transformasi paradigma yang tidak bisa ditunda. Selain itu, perlunya sistem hukum yang melindungi hak korban, menjamin keadilan tersangka dan tetap menjaga ketertiban sosial,” paparnya.
Senada dengan hal tersebut, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Dr. Henny menekankan RUU KUHAP harus menghadirkan sistem peradilan pidana yang lebih setara dan berpihak pada keadilan substantif. Ia juga menyampaikan bahwa masih adanya ketimpangan kekuasaan dalam proses hukum.
“Masih adanya ketimpangan kekuasaan sekarang ini, khususnya relasi antara jaksa, penyidik, dan terdakwa. Hal ini disebut dengan Dominus Litis, jaksa menjadi aktor dominan. Saat ini harus ada penataan ulang relasi kelembagaan dalam sistem peradilan pidna, proses hukum harus bersifat profesional dan proporsional,” tegasnya.
Lebih lanjut, Guru Besar Hukum Islam UIN Raden Fatah, Prof. Izomiddin juga memaparkan pentingnya untuk melihat sistem peradilan Islam sebagai model hukum yang seimbang antara keadilan spiritual dan substansi yuridis. Ia juga menekankan pentingnya etika hakim, prinsip musyawarah dan penggunaan qarinah atau indikasi dalam sistem pembuktian Islam.
“Dalam Islam, proses mengadili adalah amanah yang berpuncak pada tauhid, dalam Islam hakim tidak hanya menjalankan hukum, tetapi juga amanah yang menuntut kejujuran. Hukum Islam mencakup penyidikan, gugatan, pembuktian, putusan, hingga eksekusi, restoratif justuce diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan syariat, penggunaan qarinah sebagai alat bukti alternatif, prinsip musyawarah hakim dengan ahli sebagai bagian dari pengambilan keputusan,” pungkasnya.
Penulis: Berlian